BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dengan
cepat. Dalam waktu ± 23 tahun, islam sudah tersebar ke seluruh jazirah arabia
berkat dakwah nabi Muhammad SAW. Cepatnya penyebaran islam itu tidak berarti
bahwa dakwah yang dilakukkan nabi berjalan mulus begitu saja. Banyak halangan
dan rintangan berat yang dihadapi beliau dari kaum kafir Quraisy.
Semenjak Rasulullah meninggal, banyak sahabat beliau yang melanjutkan dakwah dan menyebarkan agama islamke seluruh penjuru dunia.
Semenjak Rasulullah meninggal, banyak sahabat beliau yang melanjutkan dakwah dan menyebarkan agama islamke seluruh penjuru dunia.
Begitupun di Indonesia, agama Islam masuk melalui
perdagangan oleh pedagang asal India. Sejak saat itulah bermunculan para ulama
besaryang menyebarkan Islam ke seluruh nusantara. Salah satunya adalah Wali
songo.
Para ulama, juru dakwah, atau mubaligh yang
pantas dijadikan contoh amar ma’ruf-nahi munkar di tanah Jawa adalah Wali
Songo. Mereka adalah orang yang berhasil menyebarluaskan Islam baik di
lingkungan pesantren, penguasa kerajaan, maupun orang biasa.
BAB II
PEMBAHASAN
SUNAN AMPEL & DAKWAHNYA
A.
ASAL USUL SUNAN AMPEL
Tahukah anda dengan daerah Bukhara?
Disamarqand
ini ada seorang ulama besar bernama Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra, seorang
Ahlussunnah bermazhab syafi’I, beliau mempunyai seorang putera bernama Ibrahim,
dan karena berasal dari samarqand maka Ibrahim kemudian mendapatkan tambahan
nama Samarqandi. Orang jawa sukar menyebutkan Samarqandi maka mereka hanya
menyebutnya sebagai Syekh Ibrahim Asmarakandi.
Syekh Ibrahim
Asmarakandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra
untuk berdakwah ke negara-negara Asia. Perintah inilah yang dilaksanakan dan
kemudian beliau diambil menantu oleh Raja Cempa, dijodohkan dengan puteri Raja
Cempa yang bernama Dewi Candrawulan.
Negeri Cempa ini
menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari perkawinan dengan
Dewi Candrawulan maka Syekh Ibrahim Asmarakandi mendapat dua orang putera yaitu
Sayyid Ali Rahmatullah dan Sayyid Ali Murtadho. Sedangkan adik Dewi Candrawulan
yang bernama Dewi Dwarawati diperisteri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan
demikian keduanya adalah keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putera
bangsawan atau pangeran kerajaan. Para pangeran atau bangsawan kerajaan pada
waktu itu mendapat gelar Rahadian yang artinya Tuanku, dalam proses selanjutnya
sebutan ini cukup dipersingkat dengan Raden.
Raja
Majapahit sangat senang mendapat isteri dari negeri Cempa yang wajahnya dan
kepribadiannya sangat memikat hati. Sehingga isteri-osteri yang
lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang tersebar
di seluruh Nusantara. Salah satu contoh adalah isteri yang bernama Dewi Kian,
seorang puteri Cina yang diberikan kepada Adipati Ario Damar di Palembang.
Ketika Dewi Kian
diceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang hamil tiga bulan.
Ario Damar menggauli puteri Cina itu sampai si jabang bayi terlahir kedunia.
Bayi yang lahir dari Dewi Kian itulah yang nantunya bernama Raden Hasan atau
lebih dikenal dengan nama “ Raden Patah “, salah satu seorang daru murid
Sunan Ampel yang menjadi Raja di Demak Bintoro.
Kerajaan Majapahit
sesudah ditinggal Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk mengalami
kemunduran Drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya perang saudara.
Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu
Brawijaya Kertabumi.
Pajak dan upeti
kerajaan tidak ada yang sampai ke istana Majapahit. Lebih sering dinikmati oleh
para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang Prabu bersedih hati. Lebih-lebih
lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum bangsawan dan para pangeran yang suka
berpesta pra dan main judi serta mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul
bila kebiasaan semacam ini diteruskan negara/kerjaan akan menjadi lemah dan
jika kerajaan sudah kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk
menghancurkan Majapahit Raya.
Ratu Dwarawati, yaitu
isteri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati suaminya. Dengan memberanikan
diri dia mengajukan pendapat kepada suaminya. Saya mempunyai seorang keponakan
yang ahli mendidik dalam hal mengatasi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu
Dwarawati.
Betulkah? Tanya sang
Prabu . Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari kanda Dewi Candrawulan
di negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan meminta Ramanda Prabu di Cempa
untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke Majapahit ini.
Tentu saja aku merasa
senang bila Rama Prabu di Cempa Berkenan mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ini
kata Prabu Brawijaya.
B.
KETANAH JAWA
Maka pada suatu
ketika diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke negeri Cempa untuk meminta
Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit. Kedatangan utusan tersebut disambut
gembira oleh Raja Cempa, dan Raja Cempa bersedia mengirim cucunya ke Majapahit
untuk meluaskan pengalaman.
Keberangkatan Sayyid
Ali Rahmatullah ke tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh ayah dan
kakaknya. Sebagaimana disebutkan diatas, ayah Sayyid Ali Rahmatullah adalah
Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya bernama Sayyid Ali Murtadho.
Diduga tidak langsung ke Majapahit, melainkan terlebih dahulu ke Tuban. Di
Tuban tepatnya di desa Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh
sakit dan meninggak dunia, beliau dimakamkan di desa tersebut yang masih termasuk
kecamatan Palang Kabupaten Tuban.
Sayyid Murtadho
kemudian meneruskan perjalanan, beliau berdakwah keliling daerah Nusa Tenggara,
Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat sebutan raja Pandita Bima,
dan akhirnya berdakwah di Gresik mendapat sebutan Raden Santri, beliau wafat
dan dimakamkan di Gresik, Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke
Majapahit menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan Ratu Dwarawati.
Kapal layar yang
ditumpanginya mendarat dipelabuhan Canggu. Kedatangannya disambut dengan suka
cita oleh Prabu Brawijaya. Ratu Dwarawati bibinya sendiri memeluknya erat-erat
seolah-olah sedang memeluk kakak perempuannya yang di negeri Cempa. Karena
wajah Sayyid Ali Rahmatullah memang sangat mirip dengan kakak perempuannya.
Nanda Rahmatullah,
bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat
Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia!! Tanya sang Prabu kepada Sayyid
Ali Rahmatullah setelah beristirahat melepas lelah. Dengan sikapnya yang sopan
santun tutur kata yang halus Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. Dengan senang
hati Gusti Prabu, saya akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan kemampuan
saya mendidik mereka.
Bagus! Sahut sang
Prabu. “Bila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah berikut bangunannya
di Surabaya. Disanalah kau akan mendidik para bangsawan dan pangeran Majapahit
agar berbudi pekerti mulia.”
“Terima kasih saya
haturkan Gusti Prabu”, Jawab Sayyid Ali Rahmatullah. Disebutkan dalam literatur
bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah menetap beberapa hari di istana
Majapahit dan dijodohkan dengan salah satu puteri Majapahit yang bernama Dewi
Candrowati atau Nyai Ageng Manila. Dengan demikian Sayyid Ali Rahmtullah adalah
salah seorang Pangeran Majapahit, karena dia adalah menantu Raja Majapahit.
Semenjak Sayyid Ali
Rahmatullah diambil menantu Raja Brawijaya maka beliau adalah anggota keluarga
kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran, para pangeran pada jaman dahulu
ditandai dengan nama depan Rahadian atau Raden yang berati Tuanku. Selanjutnya
beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Rahmat.
C.
AMPELDENTA
Selanjutnya, pada
hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke sebuah daerah
di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta.
Rombongan itu melalui
desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama dalam perjalanan
beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang dilaluinya. Dakwah yang
pertama kali dilakukannya cukup unik. Beliau membuat kerajinan berbentuk kipas
yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan tertentu dan anyaman rotan. Kipas-kipas
ini dibagikan kepada penduduk setempat secara gratis. Para penduduk hanya cukup
menukarkannya dengan kalimah syahadat.
Penduduk yang
menerima kipas itu merasa sangat senang. Terlebih setelah mereka mengetahui
kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama rotan itu ternyata
berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit batuk dan demam. Dengan
cara itu semakin banyak orang yang berdatangan kepada Raden Rahmat. Pada saat
demikianlah ia memperkenalkan keindahan agama Islam sesuai tingkat pemahaman
mereka.
Cara itu terus
dilakukan sehingga rombongan memasuki desa kembang kuning. Pada saat itu
kawasan desa kembang kuning belum seluas sekarang ini. Disana sini masih banyak
hutan dan digenangi air atau rawa-rawa. Dengan karomahnya Raden Rahmat bersama
rombongan membuka hutan dan mendirikan tempat sembahyang sederhana atau
langgar. Tempat sembahyang itu sekarang dirubah menjadi mesjid yang cukup besar
dan bagus dinamakan sesuai dengan nama Raden Rahmat yaitu Mesjid Rahmat Kembang
Kuning.
Ditempat itu pula
Raden Rahmat bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo
Sarojo dan Ki Bang Kuning. Kedua tokoh masyarakat itu bersama keluarganya masuk
Islam dan menjadi pengikut Raden Rahmat.
Dengan adanya kedua
tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat untuk mengadakan
pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Terutama kepada masyarakat yang masih
memegang teguh adat kepercayaan lama. Beliau tidak langsung melarang mereka,
melainkan memberikan pengertian sedikit demi sedikit tentang pentingnya ajaran
ketauhidan. Jika mereka sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan
Pencipta Alam, maka secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepecayaan
lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Setelah sampai
ditempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun mesjid sebagai
pusat kegiatan ibadah. Ini meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat
pertama kali sampai di Madinah.
Dan karena menetap di
desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal
sebagai Sunan Ampel. Sunan berasal dari kata Susuhunan yang artinya yang
dijunjung tinggi atau panutan masyarakat setempat. Ada juga yang mengatakan
Sunan berasal dari kata Suhu Nan artinya Guru Besar atau orang yang berilmu
tinggi.
Selanjutnya beliau
mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta
siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.
D.
AJARANNYA YANG TERKENAL
Hasil didikan mereka
yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau tidak mau melakukan lima hal
tercela yaitu :
1.
Moh Main atau tidak mau berjudi
2.
Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan
3.
Moh Maling atau tidak mau mencuri
4.
Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan
lain-lain.
5.
Moh Madon atau tidak mau berzinah/main perempuan yang bukan
isterinya.
Prabu Brawijaya
sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja menganggap agama Islam itu
adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian
mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak marah,
hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama Islam ia tidak mau. Ia ingin
menjadi raja Budha yang terakhir di Majapahit.
Raden Rahmat
diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan diseluruh
wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa, Raden
Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
E.
SESEPUH WALI SONGO
Setelah Syekh Maulana
Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Wali Songo,
sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se-Tanah Jawa. Beberapa murid dan
putera Sunan Ampel sendiri menjadi anggota Wali Songo, mereka adalah Sunan
Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kota atau
Raden Patah, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.
Raden Patah atau
Sunan Kota memang pernah menjadi anggota Wali Songo menggantikan kedudukan
salah seorang wali yang meninggal dunia. Dengan diangkatnya Sunan Ampel sebagai
sesepuh maka para wali lain tunduk patuh kepada kata-katanya. Termasuk fatwa
beliau dalam memutuskan peperangan dengan pihak Majapahit.
Para wali yang lebih
muda menginginkan agar tahta Majapahit direbut dalam tempo secepat-cepatnya.
Tetapi Sunan Ampel berpendapat bahwa masalah tahta Majapahit tidak perlu
diserang secara langsung, karena kerajaan besar itu sesungguhnya sudah keropos
dari dalam, tak usah diserang oleh Demak Bintoro sebenarnya Majapahit akan
segera runtuh. Para wali yang lebih muda menganggap Sunan Ampel terlalu lamban
dalam memberikan nasehat kepada Raden Patah.
“Mengapa Ramanda berpendapat demikian?”
tanya Raden Patah yang juga adalah menantunya sendiri. “Krena aku tidak ingin
di kemudian hari ada orang menuduh Raja Demak Bintoro yang masih putera Raja
Majapahit Prabu Kertabumi telah berlaku durhaka, yaitu berani menyerang
ayahandanya sendiri”. Jawab Sunan Ampel dengan tenang.
“Lalu apa yang harus saya lakukan?”
“Kau harus sabar menunggu sembari
menyusun kekuatan”, ujar Sunan Ampel. “Tak lama lagi Majapahit akan runtuh dari
dalam, diserang Adipati lain. Pada saat itulah kau berhak merebut hak warismu
selaku putera Prabu Kertabumi”.
“Majapahit diserang adipati lain?
Apakah saya tidak berkwajiban membelanya?”
“Inilah ketentuan Tuhan”,sahut Sunan
Ampel. Waktu kejadiannya masih dirahasiakan. Aku sendiri tidak tahu persis
kapankah persitiwa itu akan berlangsung. Yang jelas bukan kau adipati yang
menyerang Majapahit itu. Sunan Ampel adalah penasehat Politik Demak Bintoro
sekaligus merangkap Pemimpin Wali Songo atau Mufti Agama se-Tanah Jawa. Maka
fatwa nya dipatuhi semua orang.
Kekhawatiran Sunan
Ampel pun terbukti. Dikemudian hari ternyata orang-orang pembenci Islam memutar
balikkan fakta sejarah, mereka menuliskan bahwa Majapahit jatuh diserang oleh
kerajaan Demak Bintoro yang rajanya adalah putera raja Majaphit sendiri. Dengan
demikian Raden Patah dianggap sebagai anak durhaka. Ini dapat anda lihat didalam
serat darmo gandul maupun sejarah yang ditulis sarjana kristen pembenci Islam.
Raden Patah dan para
wali lainnya akhirnya tunduk patuh pada fatwa Sunan Ampel. Tibalah saatnya
Sunan Ampel Wafat pada tahun 1478 M. Sunan Kalijaga diangkat sebagai penasehat bagian
politik Demak, Sunan Giri diangkat sebagai pengganti Sunan Ampel sebagai Mufti,
pemimpin para wali dan pemimpn agama se-Tanah Jawa.setelah Sunan Giri diangkat
sebagai Mufti sikapnya terhadap Majapahit sekarang berubah. Ia mneyetujui
aliran tuban untuk memberi fatwa kepada Raden Patah agar menyerang Majapahit.
Mengapa Sunan Giri bersikap demikian?
Karena pada tahun
1478 kerjaan Majapahit diserang oleh Prabu Rana Wijaya atau Girindrawardhana
dari kadipaten kediri atau keling. Dengan demikian sudah tepatlah jika Sunan
Giri meneyetujui penyerangan Demak atas Majapahit. Sebab pewaris sah tahta
kerajaan Majapahit adalah Raden Patah selaku putera Raja Majapahit yang
terakhir.
Demak kemudian
bersiap-siap menyusun kekuatan. Namun belum lagi serangan dilancarkan. Prabu
Wijaya keburu tewas diserang oleh Prabu Udara pada tahun 1498.
Pada tahun 1512,
Prabu Udara selaku Raja Majapahit merasa terancam kedudukannya karena melihat
kedudukan Demak yang didukung Giri Kedaton semakin kuat dan mapan. Prabu udara
kuatir jika terjadi peperangan akan menderita kekalahan, maka dia minta
bekerjasama dan minta bantuan Portugis di Malaka. Padahal putera mahkota Demak
yaitu Pati Unus pada tahun1511 telah menyerang Protugis.
Sejarah telah
mencatat bahwa Prabu Udara telah mengirim utusan ke Malaka untu menemui Alfinso
d’Albuquerque untuk menyerahkan hadiah berupa 20 genta (ggamelan), sepotong
kain panjang bernama “Beirami” tenunan kambayat, 13 batang lembing yang
ujungnya berbesi dan sebagainya. Maka tidak salah jika pada tahun 1517 Demak
menyerang Prabu Udara yang merampas tahta majapahit secara sah. Dengan demikian
jatuhlah Majapahit ke tangan Demak. Seandainya Demak tidak segera menyerang
Majapahit tentunya bangsa Portugis akan menjajah Tanah Jawa jauh lebih cepat
daripada Bangsa Belanda. Setelah Majapahit jatuh pusaka kerajaan diboyong ke
Demak Bintoro. Termasuk mahkota rajanya. Raden Patah diangkat sebagai raja
Demak yang pertama.
Sunan Ampel juga
turut membantu mendirikan Mesjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1477 M.
Salah satu diantara empat tiang utama mesjid Demak hingga sekarang masih diberi
nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel.
Beliau pula yang
pertama kali menciptakan huruf pegon atau tulisan arab berbunyi bahasa Jawa.
Dengan huruf pegin ini beliau dapat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada
para muridnya. Hingga sekarang huruf pegon tetap diapaki sebagai bahan
pelajaran agama Islam dikalangan pesantren.
F.
PENYELAMAT AQIDAH
Sikap Sunan Ampel
terhadap adat istiadat lama sangat hati-hati, hal ini didukung pleh Sunan Giri
dan Sunan Drajad. Seperti yang pernah tersebut dalam permusyawaratan para wali
di mesjid Agung Demak. Pada waktu itu Sunan Kalijaga Mengusulkan agar adat
istiadat Jawa seperti selamatan, bersaji, kesenian wayang dan gamelan dimasuki
rasa keislaman. Mendengar pendapat Sunan Kalijaga tersebut bertanyalah Sunan
Ampel. “Apakah tidak mengkhawatirkan dikemudian hari bahwa adat istiadat dan
upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam,
jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid’ah?”
Dalam musyawarah itu
Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel, “Saya setuju dengan pendapat Sunan
Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih bisa diarahkan kepada ajaran
Tauhid kita akan memberinya warna Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang
jelas-jelas menjurus kearah kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai
misal, gamelan dan wayang kulit kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan
selera masyarakat. Adapun tentang kekhawatiran kanjeng Sunan Ampel, saya
mempunyai keyakinan bahwa dibelakang hari akan ada orang yang
menyempurnakannya.
Adanya dua pendapat
yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan
Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar agama Islam cepat diterima
oleh orang jawa, dan hal ini terbukti, dikarekan dua wali tersebut pandai
mengawinkan adat istiadat lama yang dapat ditolerir Islam maka penduduk jawa
banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam.
Sebaliknya, adanya
pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan
konsekuen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat umat
semakin berhati-hati menjalankan syariat agama secara benar dan bersih dari
segala macam bid’ah. Inilah jasa Sunan Ampel yang sangat besar, dengan
peringatan inilah beliau telah menyelamatkan aqidah umat agar tidak tergelincir
kelembah kemusyrikan.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 M,
beliau dimakamkan di sebelah Barat Mesjid Ampel.
G.
MURID-MURID SUNAN AMPEL
Sebagaimana
disebutkan dimuka murid-murid Sunan Ampel itu banyak sekali, baik dari kalangan
bangsawan dan para pangeran Majapahit maupun dari kalangan rakyat jelata.
Bahkan beberapa anggota Wali Songo adalah murid-murid beliau sendiri.
Kali ini kita
tampilkan kisah dua orang murid Sunan Ampel yang makamnya tak jauh dari lokasi
Sunan Ampel dimakamkan yaitu :
1.
Kisah Mbah Soleh
Mbah
Soleh adalah salah satu dari sekian banyak murid Sunan Ampel yang mempunyai
karomah atau keistimewaan luar biasa.
Adalah
sebuah keajaiban yang tak ada duanya, ada seorang manusia dikubur hingga
sembilan kali. Ini bukan cerita buatan melainkan ada buktinya. Disebelah timur
mesjid Agung Sunan Ampel ada sembilan kuburan. Itu bukan kuburan sembilan orang
tapi hanya kuburan satu orang yaitu murid Sunan Ampel yang bernama Mbah Soleh.
Kisahnya
demikian, Mbah Soleh adalah seorang tukang sapu mesjid Ampel dimasa hidupnya
Sunan Ampel. Apabila menyapu lantai sangatlah bersih sekali sehingga orang yang
sujud di mesjid tanpa sajadah tidak merasa ada debunya.
Ketika
Mbah Soleh wafat beliau dikubur didepan mesjid. Ternyata tidak ada santri yang
sanggup mengerjakan pekerjaan Mbah Soleh yaitu menyapu lantai mesjid dengan
bersih sekali. Maka sejak ditinggal Mbah Soleh mesjid itu lantainya menjadi
kotor. Kemudian terucaplah kata-kata Sunan Ampel, bila Mbah Soleh masih hidup
tentulah mesjid ini menjadi bersih.
Mendadak
Mbah Soleh ada dipengimaman mesjid sedang menyapu lantai. Seluruh lantaipun
sekarang menjadi bersih lagi. Orang-orang pada terheran melihat Mbah Soleh hidup
lagi.
Beberapa
bulan kemudian Mbah Soleh wafat lagi dan dikubur disamping kuburannya yang
dulu. Mesjid menjadi kotor lagi, lalu terucaplah kata-kata Sunan Ampel seperti
dulu. Mbah Soleh pun hidup lagi. Hal ini berlangsung beberapa kali sehingga
kuburannya ada delapan. Pada saat kuburan Mbah Soleh ada delapan Sunan Ampel
meninggalkan dunia. Beberapa bulan kemudian Mbah Soleh meninggal dunia sehingga
kuburan Mbah Soleh ada sembilan. Kuburan yang terakhir berada di ujung sebelah
timur.
2.
Kisah Mbah Sonhaji
Mbah
Sonhaji sering disebut Mbah Bolong. Apa pasalnya? Ini bukan gelar kosong atau
sekedar olok-olokan. Beliau adalah salah seorang murid Sunan Ampel yang
mempunyai karomah luar biasa.
Kisahnya
demikian, pada waktu pembangunan mesjid Agung Ampel Mbah Sonhaji lah yang
ditugasi mengatur tata letak pengimamannya. Mbah Sonhaji bekerja dengan tekun
dan penuh perhitungan, jangan sampai letak pengimaman mesjid tidak menghadap
arah kiblat. Tapi setelah pembangunan pengimaman itu jadi banyak orang
yang meragukan keakuratannya.
Apa
betul letak pengimaman mesjid ini sudah menghadap ke kiblat? Demikian tanya
orang meragukan pekerjaan Mbah Sonhaji.
Mbah
Sonhaji tidak menjawab, melainkan melubangi dinding pengimaman sebelah barat
lalu berkata, lihatlah kedalam lubang ini, kalian akan tahu apakah pengimaman
ini sudah menghadap kiblat atau belum?.
Orang-orang
itu segera melihat kedalam lubang yang dibuat oleh Mbah Sonhaji. Ternyata
didalam lubang itu mereka dapat melihat Ka’bah yang berada di Mekah.
Orang-orang ada melongo, terkejut, kagum dan akhirnya tak berani meremehkan
Mbah Sonhaji lagi. Dan sejak itu mereka bersikap hormat kepada Mbah Sonhaji dan
mereka memberinya julukan Mbah Bolong.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
v
Kesimpulan
Dalam menyiarkan Islam Sunan Ampel menggunakan kesenian dan budaya masyarakat setempat. Sehingga masyarakat merasa tidak asing dan lebih komunikatif. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan budaya Islam, tetapi juga memperkaya kandungan budaya Jawa.
Dalam menyiarkan Islam Sunan Ampel menggunakan kesenian dan budaya masyarakat setempat. Sehingga masyarakat merasa tidak asing dan lebih komunikatif. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan budaya Islam, tetapi juga memperkaya kandungan budaya Jawa.
v
Saran-saran
Saran yang kami sampaikan ialah sebagai berikut:
Dengan mengetahui sejarah singkat Sunan Ampel, mari kita bersama-sama meningkatkan iman dan taqwa kepa Allah SWT.
Dengan mengetahui sejarah singkat Sunan Ampel, mari kita bersama-sama meningkatkan iman dan taqwa kepa Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, Kisah
Wali Songo, Surabaya, Karya Ilmu,-
M. B. Rahimsyah.
AR., Sejarah Wali 9, Tuban, Yayasan Amanah,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar